Wednesday, November 13, 2013

Kedudukan Warga Negara

  • Kedudukan Warga Negara
Negara sebagai otoritas tertinggi dan lambang suatu bangsa memiliki kewenangan dan hak atas warga negara demikian pula halnya negara memiliki kewajiban penuh untuk melindungi warga negaranya dalam segala bentuk kehidupan. Dalam kaitan antara negara dan warga negara, maka kedudukan warga negara berdasarkan hak dan kewajibannya dalam pandangan Moch. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim membagi menjadi 4 status, yaitu :
  1. Status Positif : bahwa warga negara dapat menuntut haknya kepada negara atas perlindungan jiwa, raga dan harta, dan hak-hak lainnya.
  2. Status Negatif : bahwa negara tidak boleh campur tangan terhadap hak asasi warga negaranya.
  3. Status Aktif : bahwa negara memberikan hak kepada setiap warga negaranya untuk ikut serta dalam pemerintahan.
  4. Status Pasif : bahwa setiap warga negara memiliki kewajiban untuk mentaati dan tunduk kepada perintah negara.
sumber/ selebihnya ada di sini>>> http://ajimmydj81.wordpress.com/category/kedudukan-warga-negara/

Asas-Asas Kewarganegaraan


Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 menyebutkan, Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Dan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru ini tengah memuat asas-asas kewarganegaraan umum ataupun universal. adapun asas-asas yang dianut dalam undang-undang ini antara lain :
  1. Asas Ius Sanguinis (law of blood) merupakan asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
  2. Asas Ius Soli (law of the soil) secara terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
  3. Asas Kewarganegaraan Tunggal merupakan asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
  4. Asas Kewarganegaraan Ganda terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Undang-undang kewarganegaraan pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian. Mengenai hilangnya kewarganegaraan seorang anak hanya apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, dan hilangnya kewarganegaraan ayah atatu ibu tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan seorang anak menjadi hilang.
Berdasarkan undang-undang ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita  WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus menentukan pilihannya, dan pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan perkembangan baru yang positif bagi anak-anak hasil perkawinan campuran. Namun perlu di telaah, apakah pemberian dua kewarganegaraan ini akan menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari atau tidak, karena bagaimanapun memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk kepada dua yurisdiksi, dan apabila dikaji dari segi hukum perdata internasional kewarganegaraan ganda memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lainnya tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila terdapat pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana, dan bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.

sumber tanyahukum.com 

Asas-Asas Kewarganegaraan


Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 menyebutkan, Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Dan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru ini tengah memuat asas-asas kewarganegaraan umum ataupun universal. adapun asas-asas yang dianut dalam undang-undang ini antara lain :
  1. Asas Ius Sanguinis (law of blood) merupakan asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
  2. Asas Ius Soli (law of the soil) secara terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
  3. Asas Kewarganegaraan Tunggal merupakan asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
  4. Asas Kewarganegaraan Ganda terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Undang-undang kewarganegaraan pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian. Mengenai hilangnya kewarganegaraan seorang anak hanya apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, dan hilangnya kewarganegaraan ayah atatu ibu tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan seorang anak menjadi hilang.
Berdasarkan undang-undang ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita  WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus menentukan pilihannya, dan pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan perkembangan baru yang positif bagi anak-anak hasil perkawinan campuran. Namun perlu di telaah, apakah pemberian dua kewarganegaraan ini akan menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari atau tidak, karena bagaimanapun memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk kepada dua yurisdiksi, dan apabila dikaji dari segi hukum perdata internasional kewarganegaraan ganda memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lainnya tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila terdapat pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana, dan bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.

sumber tanyahukum.com 

Pewarganegaraan (Naturalisasi)

Dalam hukum kewarganegaraan di Indonesia, dikenal dua asas memperoleh kewarganegaraan yaitu asas tempat kelahiran (ius soli) dan asas keturunan (ius sanguinis). Menurut ius soli, seseorang yang dilahirkan dalam wilayah suatu negara adalah warganegara. Sedangkan menurut ius sanguinis, seseorang adalah ia menjadi warganegara karena ia dilahirkan dari orangtua warganegara.
Namun tidak semua negara menggunakan asas ini, karena ada juga yang menerapkan dwikenegaraan (dilihat dari salah satu turunan warganegara, bisa dilihat dari pihak ayah atau ibu). Atau ada juga negara yang memiliki kesamaan keturunan dengan negara lain, seperti Italia dan Argentina karena banyaknya keturunan negara tersebut yang pindah ke neeegara yang serumpun (Harsono 1992: 3).
Dalam hal memperoleh kewarganegaraanpun dikenal adanya stelsel aktif dan stelsel pasif. Dalam stelsel aktif, seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan dengan melakukan perbuatan hukum tertentu. Sedangkan stelsel pasif, seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan tanpa melakukan perbuatan hukum tertentu (Hadidjojo 1954: 39).
Indonesia, sesuai ketentuan pada UU No. 62 Tahun 1958 pada prinsipnya menggunakan asas ius sanguinis, namun asas ius soli juga tidak menjadi tabu untuk dipakai sebagai aturan (lihat Pasal 1 huruf f, g, h, dan i). Dalam UU ini juga dikenal salah satu cara memperoleh kewarganegaraan yaitu melalui jalur pewarganegaraan (naturalisasi). Naturalisasi diperoleh seiring dengan berlakunya Keputusan Menteri Kehakiman yang memberikan pewarganegaraan tersebut. Pewarganegaraan ini diberikan (atau tidak diberikan) atas permohonan, sedangkan instansi yang memberikan adalah Menteri Kehakiman.
Kemudian, seiring dengan reformasi di Indonesia, diadakan revisi pada UU tersebut menjadi UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Revisi UU terjadi karena penekanan pada hubungan perdata menyangkut status patrilineal, kemudian dalam UU terdahulu masih adanya diskriminasi etnis tertentu, dwikewarganegaraan, serta belum terjaminnya hak-hak kewarganegaraan.  
Melihat itu semua, sebenarnya proses naturalisasi tidak memakan proses yang rumit. Adapun syarat-syarat memperoleh naturalisasi menurut UU No.12 Tahun 2006 adalah:
1.      Naturalisasi Biasa
Mengajukan permohonan kepada Menteri hukum dan HAM melalui kantor pengadilan negeri setempat dimana ia tinggal atau di Kedubes RI apabila di luar negeri permohonan ini ditulis dalam bahasa Indonesia. Bila lulus maka ia harus mengucapkan sumpah setia di hadapan pengadilan negeri.
Syarat-syaratnya naturalisasi biasa adalah :
1)     Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
2)     Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
3)     Sehat jasmani dan rohani;
4)     Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5)     Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6)     Jika dengan memperoleh Kewarga negaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
7)     Mempunyai pekerjaan dan / atau berpenghasilan tetap; dan
8)     Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
2.      Naturalisasi istimewa
Naturalisasi istimewa di negara RI dapat diberikan kepada warga negara asing yang status kewarganegaraannya dalam kondisi   sebagai berikut
a)      Anak WNI yang lahir diluar perkawaninan yang sah, belum berusia 18 tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing.
b)     Anak WNI yang belum berusia 5 tahun meskipun telah secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan, tetap sebagai WNI
c)      Perkawinan WNI dengan WNA, baik sah maupun tidak sah dan diakui orang tuanya yang WNI atau perkawinan yang melahirkan anak di wilayah RI meskipun status kewarganegaraan orang tuanya tidak jelas berakibat anak berkewarganegaraan ganda hingga usia 18 tahun atau sudah kawin.
d)     Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada pejabat dengan melampirkan dokumen sebagimana ditentukan di dalam perundangan-undangan.
e)      Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan disampikan dalam waktu paling lambat 3 tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin
f)      Warga asing yang telah berjasa kepada Negara RI dengan pernyataan sendiri (permohonan) untuk menjadi warga negara RI  atau dapat diminta oleh Negara RI. Kemudian, mereka mengucapkan sumpah atau janji setia (tidak perlu memenuhi semua syarat sebagaimanan dala naturalisasi biasa) cara ini diberikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
v  Akibat Pewarganegaraan
a)      Setiap orang yang bukan WNI diperlakukan sebagai orang asing.
b)      Kehilangan kewarganegaraan RI bagi suami atau istri yang terikaat perkawnian sah, tidak menyebabkan kehilangan status kewarganegaraan itu.
c)      Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarganegaraan RI turut memperoleh kewarganegaraan RI
d)     Anak yang lahir di wilayah RI yang saat lahir tidak jelas kedudukan orang tuanya atau tidak diketahui orang tuanya merupakan kewarganegaraan RI
e)      Anak dibawah usia 5 tahun telah ditetapkan secara sah sebagi anak WNA berdasarkan pengadilan tetap diakui sebagai WNI
f)       Kehilangan kewarganegaraan RI bagi seorang ibu tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai anak itu berusia 18 tahun atau sudh kawin.
g)      Kehilangan kewarganegaraa Ri bagi seseorang ayah tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang mempunyai hukum dengan ayahnya sampai anak itu berusia 18 tahun atau sudah kawin
h)      Kehilangan kewarganegaraan RI karena memperoleh kewarganegaraan lain bagi seorang ibu yang putus perkawinannya tidak sampai nak tersebut berusia 18 tahun atau sudah kawin.
D.    Syarat Dan Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan. Menurut Pasal 9 UU No.12 Tahun 2006 permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b.      Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
c.       Sehat jasmani dan rohani;
d.      Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e.       Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
f.       Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;
g.      Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
h.      Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Selanjutnya, pemohon harus membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM atau Perwakilan RI di luar negeri dengan sekurang-kurangnya memuat :
·         Nama lengkap;
·         Tempat dan tanggal lahir;
·         Alamat tempat tinggal;
·         Kewargenegaraan Pemohon;
·         Nama lengkap suami atau istri;
·         Tempat dan tanggal lahir suami atau istri, serta;
·         Kewarganegaraan suami atau istri.
Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada Presiden melalui Menteri dan disampaikan kepada Pejabat yang berwenang. Selanjutnya, Menteri meneruskan permohonan pewarganegaraan disertai dengan pertimbangan kepada Presiden dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima. Dalam mengajukan permohonan pewarganegaraan, pemohon dikenai biaya yang telanh diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan pewarganegaraan. Jika permohonan pewarganegaraan dikabulkan, maka ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Keputusan Presiden sebagaimana ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak permohonan diterima oleh Menteri dan diberitahukan kepada pemohon paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan. Jika permohonan pewarganegaraan ditolak Presiden, harus disertai alasan dan diberitahukan oleh Menteri kepada yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri.
Keputusan Presiden mengenai pengabulan terhadap permohonan pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggal pemohon mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Keputusan Presiden dikirim kepada pemohon, Pejabat memanggil pemohon untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. Dalam hal setelah dipanggil secara tertulis oleh Pejabat untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan ternyata pemohon tidak hadir tanpa alasan yang sah, Keputusan Presiden tersebut batal demi hukum. Dalam hal pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan sebagai akibat kelalaian Pejabat, pemohon dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia di hadapan Pejabat lain yang ditunjuk Menteri.
Pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia dilakukan di hadapan Pejabat yang berwenang. Pejabat selanjutnya membuat berita acara pelaksanaan pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia. Paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia, Pejabat menyampaikan berita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia kepada Menteri.
Daftar Pustaka
Harsono. 1992. Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Liberty.
Hadidjojo, Soejono.1954. Kewarganegaraan Indonesia. Yogyakarta: Jajasan B.P. Gadjah Mada.
http://arriwp97.blogspot.com/
http://biotalaut-biotalaut.blogspot.com/
http://business.blinkweb.com/
http://www.kumham-jakarta.info/info-layanan/kewarganegaraan/persyaratan-permohonan
Undang-Undang No.12  Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

Read more: http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/08/pewarganegaraan-naturalisasi.html#ixzz2kSHjyCQq

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA


HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA DENGAN UUD 45
Menurut Prof. Dr. Notonagoro:
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya..
Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.
Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat, sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi. Pada para pejabat dan pemerintah untuk bersiap-siap hidup setara dengan kita. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang. Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
HAK DAN KEWAAJIBAN WARGA NEGARA :
1.  Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan negara pada umumnya berupa peranan (role).
2.  Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.
Hak Warga Negara Indonesia :
-   Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
-   Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
-   Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
-   Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang”
-   Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
-   Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
-   Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
-   Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
Kewajiban Warga Negara Indonesia  :
-   Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi :
segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
-   Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan  : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”.
-   Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
-   Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
-   Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Hak dan Kewajiban telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan 30, yaitu :
1.  Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
2.  Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3.  Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4.  Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.
sumber:http://nurulhaj19.wordpress.com/hak-dan-kewajiban-warga-negara-indonesia/