Saturday, February 1, 2014

PERBAIKAN STABILITAS LERENG DENGAN METODE VEGETASI PRODUKTIF

Posted on: May 16, 2012

PERBAIKAN STABILITAS LERENG DENGAN METODE VEGETASI PRODUKTIF
Metode vegetasi produktif adalah metode stabilisasi lereng yang memanfaatkan tanaman sebagai media untuk mengikat tanah. Metode dengan memanfaatkan tanaman produktif sebagai tanaman pencegah erosi dan longsor ini, selain terfokus pada menciptakan lereng yang stabil , juga berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Menjelang awal tahun 2012 curah hujan di beberapa daerah di Indonesia semakin meningkat, bahkan di beberapa daerah sudah terjadi bencana banjir. Bahkan, longsor dan banjir bandang juga meluluhlantakan pemukiman masyarakat, seperti yang terjadi di Desa Tiang, Kecamatan Kejajar, Wonosobo Jawa tengah beberapa waktu lalu, yang menyisakan kepedihan mendalam bagi msayarakat yang tertimpa bencana.
Bagi daerah lain yang rawan longsor dan banjir, juga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya bencana di musim hujan tersebut. Apalagi pada saat puncak musim hujan yang diprediksi akan terjadi antara Januari-Maret 2012 mendatang, masyarakat merasa was-was akan datangnya bencana yang sering terjadi saat musim hujan.
Di daerah-daerah yang rawan tanah longsor, pada saat curah hujan yang tinggi, ditambah dengan kondisi lereng yang tidak stabil, sangat rentang terhadap kelongsoran. Air hujan yang meresap ke dalam tanah, selain menurunkan nilai kohesi tanah, juga menambah massa tanah tersebut. Dari beberapa kasus longsor yang terjadi selama ini, diketahui terdapat enam tipe utama longsoran, antara lain : mengalir, ambrukan, melorot, meluncur, merayap dan jatuhan. Seluruh tipr longsoran tersebut diakibatkan karena tidak adanya ikatan yang kuat antara lapisan tanah atas (topsoil) dan lapisan bedrock di bawahnya.
Resiko Longsor
Pada kondisi lereng yang stabil massa lapisan tanah atas mampu ditahan oleh kohesi antar partikel tanah topsoil, adhesi lapisan topsoil dan bedrock. Jika terdapat vegetasi pada lapisan tanah atas, akar-akar vegetasi yang ada juga mampu menahan gayagravitasional oleh massa tanah akibat terdapat slope atau kemiringan.
Sementara itu, pada lereng yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, stabilitas dapat diperoleh dengan membangun turap, lining, retaining wall, dan sebagainya. Namun tanpa sadar seringkali manusia melakukan kesalahan dengan merubah kondisi asal lereng, dengan menambah massa pada lapisan topsoil, seperti mendirikan bangunan-bangunan maupun merubah vegetasi asli. Atau dengan kata lain, merubah fungsi lahan tanpa melakukan treatment yang dapat mengantisipasi perubahan kondisi lereng tersebut, sehingga menjadi tidak stabil.
Lapisan topsoil atau seringkali disebut sebagai disturbed soil merupakan tanah campuran yang terdiri dari endapan, bahan organic ataupun hasil pelapukan lapisan dibawahnya, sehingga kondisinya heterogen. Vegetasi yang tumbuh di atas lapisan tanah ini, juga membuat pori-pori tanah menjadi besar. Tanah permukaan biasanya ditemui dalam kondisi loose atau berbutir tanpa ikatan antar butir tanah yang kuat. Sehingga, pada saat terjadi hujan dengan durasi pendek, tanah dengan pori-pori besar mampu menyerap air dengan sangat baik. Namun, jika hujan terjadi dengan intensitas yang tinggi dangan durasi yang lama, maka tanah menjadi jenuh air, sehingga kohesi antar butir tanah menjadi semakin kecil.
Selain itu, nilai kohesi tanah juga turun dan tanah yang telah jenuh dengan air tidak mampu lagi menyerap air hujan. Sehingga, air hujan akan berubah menjadi limpasan atau aliran permukaan. Pada lereng yang curam, air yang melimpas tersebut memiliki gaya yang cukup untuk mengangkut butir-butir tanah atau sering disebut erosi. Ditambah lagi, apabila lapisan tanah ini terletak pada lapisan batuan yang sejajar dengan bidang gelincir, maka kemungkinan terjadi longsor menjadi semakin besar.
Jenis tanah juga memiliki pengaruh besar, karena tiap jenis tanah memiliki sudut gelincir yang berbeda. Sudut gelincir ini menentukan besarnya sudut maksimum yang mampu dibuat oleh suatu jenis tanah yang masih dapat dikatakan stabil. Selain itu, faktor penggunaan lahan juga memiliki peran terkait dengan stabilitas lereng. Makin cepat laju perubahana fungsi lahan dan pembukaan hutan, resiko longsor yang ditimbulkan semakin besar.
Mencegah Longsor
Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode tradisional atau sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi canggih yang rumit dan mahal. Yang paling sederhana adalah membuat terasering. Namun, upaya ini hanya terfokus pada minimalisasi erosi akibat limpasan air hujan.
Untuk metode pencegahan longsor dengan cara yang lebih rumit, diantaranya adalah dengan pembangunan turap, retaining wall maupun sheet pile pada lereng. Cara-cara ini mampu meng-counter gaya yang timbul akibat perubahan morfologi lereng, yang kebanyakan dibuat lebih curam maupun lebih tinggi. Namun, penggunaan cara ini belum mampu mengantisipasi adanya longsoran-longsoran kecil, karena cara-cara di atas belum ada yang mampu mengikat tiap butir tenah secara baik. Yang dilindungi hanya tepi lereng yang diberi dinding penahan, sedangkan lapisan atas tanah dibiarkan terbuka.

Metode pencegahan longsor lainnya menggunakan lapisan geosintetik yang belakangan banyak dilakukan. Pada prinsipnya, metode ini dilakukan untuk mengikat butir-butir tanah dengan memberikan lapisan selimut lolos air (permeable) untuk menutupi seluruh permukaan tanah. Pada daerah dengan lereng curam, biasanya lapisan geosintetik diikat ke lapisan tanah keras menggunakan angkur. Namun, kelemahan dari metode ini, selain biaya yang mahal dan proses yang rumit, lapisan tanah yang tertutup menjadi tidak produktif dan hanya mungkin ditumbuhi oleh rerumputan.

Pada daerah pertanian dan perkebunan seperti Lembang dan sekitarnya, metode geosintetik tentu saja tidak dapat diterapkan dalam skala yang luas untuk melindungi lereng secara keseluruhan. Walaupun di atas lapisan geosintetik dapat ditutup dengan lapisan tanah, namun pasti tingkat produktifitasnya tidak sebaik tanah asli. Akar-akar tanaman yang ada dapat merusak lapisan geosintetik. Metode ini hanya cocok diterapkan pada bangunan infrastruktur sipil yang memang memerlukan kestabilan lereng yang baik, seperti :jalan, lining pada sungai, dan sebagainya.
Metode vegetasi lereng
Isu global warming yang mendengungkansegala sesuatu yang bertajuk green juga memunculkan metode stabilisasi lereng yang memanfaatkan tanaman sebagai media untuk mengikat tanah. Rumput vetiver (Vetiveria zizanioides)merupakan salah satu tanaman yang banyak dipakai.
Rumput vetiver, merupakan jenis rerumputan yang memiliki keunggulan, yaitu batang yang tinggi dan system akar serabut yang mampu tumbuh hingga mencapai 5 meter ke dalam tanah. Akar rumput vetiver mengikat lapisan tanah permukaan ke lapisan bedrock, sehingga mampu mengantisipasi terjadinya pergerakan tanah. Sistem akar serabut, juga berfungsi untuk mengumpulkan butir-buitr tanah, sehingga apabila terjadi limpasan air, butir tanah tertahan oleh akar dan tidak terjadi erosi.

Jenis rumput vetiver biasa ditanam membentuk pagar dengan jarak tertentu sebanyak beberapa lapis. Pemanfaatan rumput vetiver telah banyak dilakukan baik oleh instansi pemerintah maupun swasta pada proyek jalan tol maupun kanal.
Namun rumput vetiver bukanlah tanaman produktif. Vetiver hanya berfungsi sebagai pagar yang tidak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun bahan baku. Pada wilayah pertanian dan perkebunan yang terletak di daerah pegunungan maupun berlereng curam, sekali lagi penggunaan rumput vetiver tidak dapat diterapkan secara luas. Rumput vetiver hanya cocok diterapkan pada lahan dengan kondisi kritis maupun wilayah non produksi, seperti bantaran sungai. Pada wilayah seperti ini, petani cenderung memilih tanaman yang memberikan manfaat secara ekonomi walaupun dengan resiko erosi dan longsor.
Metode lain untuk mencegah longsor, adalah dengan memanfaatkan tanaman produktif sebagai tanaman pencegah erosi dan longsor. Metode ini menggunakan prinsip yang dipakai oleh metode geosintetik dengan memanfaatkan system perakaran yang dimiliki tumbuhan. Tanaman dengan akar serabut atau menjalar ditanam untuk mengikat butir-butir tanah agar tidak terbawa oleh aliran air hujan. Sedangkan tanaman berakar tunjang dimanfaatkan sebagai angkur yang mengikat tanah permukaan dengan bedrock.
Pemilihanjenis tanaman sangat bervariasi dan disesuaikan dengan ketersediaan tanaman dengan kebutuhan masyarakat setempat. Tanaman yang dipilih harus memiliki siklus panen yang berbeda untuk menghindari terbukanya lahan akibat panen yang bersamaan.
Untuk tanaman berakar tunjang yang biasanya merupakan tanaman besar, juga perlu dilakuka pemilihan yang tepat. Jangan sampai tanaman yang dipilih memberikan beban yang berlebih pada tanah yang tidak sebanding dengan kemampuan akarnya mengikat tanah.
Pemilihan tanaman juga harus disesuaikan dengan jenis tanah di lokasi. Hal ini menjadi penting, karena jenis tanaman tertentu membutuhkan tanah tertentu pula untuk tumbuh. Jenis tanah juga berpengaruh terhadap besarnya sudut geser, massa jenis dan sifat fisik lainnya. Parameter fisik ini akan menentukan seberapa curam lereng yang mampu dibentuk, berapa massa tanah yang harus ditahan oleh akar, dan kemungkinan longsor akibat pembebanan tanaman serta akibat penambahan air pada saat hujan.
Pemanfaatan metode vegetasi ini, dirasakan cukup tepat untuk daerah pertanian maupun perkebunan. Metode ini tidak hanya terfokus pada menciptakan lereng yang stabil, namun juga berorientasi pada kesejahteraan masyarakat sekitar.
Pemilihan metode yang tepat untuk diterapkan pada kondisi lahan yang berbeda-beda, merupakan poin penting bagi para stakeholder sehingga tercipta keadaan yang optimal, tanpa mengabaikan fungsi utama sebagai penahan tanah (Awaludin F Aryanto)

Dikutip dari : Majalah Techno Konstruksi Edisi Januari 2012
sumber entry : http://fadlyfauzie.wordpress.com/2012/05/16/perbaikan-stabilitas-lereng-dengan-metode-vegetasi-produktif/

Masalah Sipil yang Berkaitan dengan Rembesan

Berikut ini beberapa kendala atau masalah yang sering timbul pada bangunan-bangunan sipil yang disebabkan oleh rembesan air.

  1. Rembesan melalui bendungan / dam atau tanggul.

    teknik sipil bangunan air
    Rembesan melalui tanggul
  2. Gaya angkat pada bendung mempengaruhi stabilitas.

    teknik sipil bangunan air
    Uplift Force
  3. Rembesan pada Cover dam

    teknik sipil bangunan air
    Cover DAM
  4. Pengendalian rembesan bahan limbah cair

  5. Pengaruh rembesan pada proses Konsolidasi tanah.

    sumber: http://belajarsipil.blogspot.com/2012/06/masalah-sipil-yang-berkaitan-dengan.html