PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN
PADA ERA REFORMASI
A. Indonesia pada Masa
Pemerintahan Presiden BJ.Habibie
Pemerintahan
presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan
manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya
diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan
presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk
menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi
yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi,
dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang
menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya
digantikan oleh presiden Megawati.
- Kebijakan- kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie:
1.
Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan
jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
2.
Mengadakan reformasi dalam bidang
politik
Habibie berusaha menciptakan politik
yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil,
membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh
Independen.
3.
Kebebasan menyampaikan pendapat.
Kebebasan
menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada
yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum.
4.
Refomasi dalam bidang hukum
Target
reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan
berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum
hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit
bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan
penguasa.
5.
Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
Jendral
TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap
sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area
politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang
masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan
ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut,
keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
6.
Mengadakan sidang istimewa
Sidang
tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan.
7.
Mengadakan pemilu tahun 1999
Pelaksanaan
pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan JURDIL (jujur
dan adil).
- Masalah yang ada:
Ditolaknya
pertanggung jawaban Presiden Habibie yang disampaikan pada sidang umum MPR
tahun1999 sehingga beliau merasa bahwa kesempatan untuk mencalonkan diri
sebagai presiden lagi sangat kecil dan kemudian dirinya tidak mencalonkan diri
pada pemilu yang dilaksanakan.
B. Indonesia pada Masa
Pemerintahan Abdurrahman Wahid:
- Kebijakan-kebijakan pada masa Gus Dur:
- Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya (memberikan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan beragama, memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya tiong hua).
- Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang dianggapnya tidak efesien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
- Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi dalam militer dengan mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan keinginan Gus Dur.
- Masalah yang ada:
- Gus Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
- Masalah dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang dipermasalahkan oleh anggota DPR.
- Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli 2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta pembubaran Golkar. Hal tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, Polri dan partai politik serta masyarakat sehingga dekrit tersebut malah mempercepat kejatuhannya. Dan sidang istimewa 23 Juli 2001 menuntutnya diturunkan dari jabatan.
C. Indonesia pada
Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri:
Masa kepemimpinan
Megawati Soekarnoputri masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah
pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh
untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
a) Meminta penundaan
pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan
mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b) Kebijakan privatisasi
BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan
tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik
dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
c) Di masa ini juga
direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada
gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi
membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia,
dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
- Kebijakan-kebijakan lain pada masa Megawati:
o Memilih
dan Menetapkan
Ditempuh
dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan
kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan
kepercayaan dunia internasional berkurang.
- Membangun tatanan politik yang baru
Diwujudkan
dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan
pemilihan presiden dan wapres.
- Menjaga keutuhan NKRI
Setiap
usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon,
Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya
Timor Timur dari RI.
- Melanjutkan amandemen UUD 1945
Dilakukan
agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
- Meluruskan otonomi daerah
Keluarnya
UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang
pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan
terhadap daerah-daerah.
Masalah
yang ada:
Tidak ada masalah
yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom Bali dan
perebutan pulan Ligitan dan Sipadan.
D.
Indonesia pada Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:
Pada masa
Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kebijakan kontroversial pertama
presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak
dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Kebijakan
kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,
yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
- Kebijakan-kebijakan
lain yang dilakukan pada masa SBY:
• Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
• Konversi minyak tanah ke gas.
• Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
• Buy back saham BUMN
• Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
• Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
• Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008″.
• Pemberian bibit unggul pada petani.
• Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
- Masalah yang ada:
1.
Masalah pembangunan ekonomi yang ala
kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat
perekonomian Indonesia kembali bergairah. Angka pengangguran dan kemiskinan
tetap tinggi.
2.
Penanganan bencana alam yang datang
bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa
bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian
dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien
adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber
daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi
pemborosan yang luar biasa.
3.
Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang
sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa dikhawatirkan
berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional
dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat
Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan
anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
4.
Masalah politik dan keamanan cukup
stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi
catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang
pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah
mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
5.
Masalah korupsi. Mulai dari dasar
hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit
pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa
Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi
mulai terasa menghambat pembangunan.
6.
Masalah politik luar negeri. Indonesia
terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir
Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak
melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan
Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan
dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan
Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia
di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif
karena lebih condong ke Amerika Serikat.
7.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 ,
Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS.
Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada
luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi
antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat
dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri
masih kurang kondusif.
sumber:http://raenw.blogspot.com/2012/09/perkembangan-pemerintahan-pada-era.html
No comments:
Post a Comment